Senin, 10 Maret 2008

Kabupaten Jember, Jawa Timur

Kabupaten Jember

Secara geografis Kabupaten Jember memiliki posisi yang sangat strategis beserta berbagai potensi sumber daya alam yang potensial.Tak dapat dipungkiri, Jember menyimpan peristiwa-peristiwa sejarah yang menarik untuk digali dan dikaji. Tentang nama Jember dan kapan wilayah ini diakui keberadaannya, hingga saat ini memang masih belum diperoleh kepastian fakta sejarahnya. Berbagai upaya baik seminar maupun penelitian yang telah dilakukan oleh lembaga penelitian, Perguruan Tinggi maupun oleh sejarawan belum bisa mengungkap kejelasan yang pasti. Pemkab Jember masih memberi Kesempatan luas dan menampung sumbangan pemikiran untuk dijadikan bahan kajian dalam menentukan fakta sejarah guna mengetahui kapan hari jadi Kabupaten Jember sebenarnya.

Hari jadi bagi suatu daerah sangatlah penting dan mendasar, karena menandai suatu awal pemerintahan sehingga dapat dijadikan ukuran waktu bagi daerah kapan mulai berpemerintahan. Sementara ini untuk menentukan hari jadi Kabupaten Jember berpedoman pada sejarah pemerintahan kolonial Belanda, yaitu berdasarkan pada Staatsblaad Nomor 322 tanggal 9 Agustus 1928 yang mulai berlaku tanggal 1 Januari 1929 sebagai dasar hukumnya.

Staatsblaad 322 tersebut menjelaskan bahwa Pemerintah Hindia Belanda telah mengeluarkan ketentuan tentang penataan kembali pemerintahan desentralisasi di Wilayah Propinsi Jawa Timur, antara lain dengan regenschap djember sebagai masyarakat kesatuan hukum yang berdiri sendiri. Ketentuan tersebut diterbitkan oleh Sekretaris Umum Pemerintahan Hindia Belanda (De Aglemeene Secretaris) G.R. Erdbrink, pada tanggal 21 Agustus 1928.[1]

Kabupaten Jember terletak pada posisi 6027’29” s/d 7014’35” Bujur Timur dan 7059’6” s/d 8033’56” Lintang Selatan berbentuk dataran ngarai yang subur pada bagian Tengah dan Selatan, dikelilingi pegunungan yang memanjang sepanjang batas. Letaknya yang strategis karena berada dipersimpangan antara Surabaya dan Bali, sehingga perkembangannya cukup pesat dan menjadi barometer pertumbuhan ekonomi di kawasan Timur Jawa Timur. Sebagai Daerah Otonom, Kabupaten Jember memiliki batas-batas teritorial, luas wilayah, kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial politik dan sosial budaya serta sumber daya manusia. Kondisi obyektif yang demikian dapat mengungkapkan berbagai karakteristik sumberdaya alam, komoditas yang dihasilkan, matapencaharian penduduk, perekonomian dan sosial-budayanya yang mencerminkan kekuatan sebagai suatu kompetensi daerah, sekaligus beragam permasalahan yang dihadapinya.

Demografi

Kabupaten Jember pada dasarnya tidak mempunyai penduduk asli. Hampir semuanya pendatang, mengingat daerah ini tergolong daerah
yang mengalami perkembangan sangat pesat khususnya di bidang perdagangan, sehingga memberikan peluang bagi pendatang untuk berlomba-lomba mencari penghidupan di daerah ini. Mayoritas penduduk yang mendiami Kabupaten Jember adalah suku Jawa dan Madura, disamping masih dijumpai suku-suku lain serta warga keturunan asing sehingga melahirkan karakter khas Jember dinamis, kreatif, sopan dan ramah tamah. Berdasarkan data statistik hasil registrasi tahun 2003, penduduk Kabupaten Jember mencapai 2.131.289 jiwa, dengan kepadatan penduduk 647,15 jiwa/km, dengan sebagian besar penduduk berada pada kelompok usia muda. Sehingga kondisi demografi yang demikian menunjukkan bahwa potensi sumberdaya manusia yang dimiliki Kabupaten Jember cukup memadai sebagai potensi penyedia dan penawar tenaga kerja di pasar kerja.

Jember adalah salah satu Kabupaten yang terdapat di Propinsi Jawa Timur yang memiliki ratusan pesantren, baik pondok shalaf maupun Kholaf/ Asyriyyah. Banyaknya jumlah pesantren di kabupaten Jember merupakan satu kelebihan tersendiri, mengingat keberadaan pesantren masih bisa eksis di tengah gempuran dan gelombang modernisasi. Salah satu ciri khas Pon Pes adalah mengajarkan kitab-kitab kuning (klasik) yang diajarkan oleh seorang Kyai dengan metode yang sangat khas, yakni metode bandongan, sorogan, khalaqoh dan wetonan.

Namun, seiring dengan perjalanan historisitasnya, pondok pesantren tidak cukup hanya mengajarkan pelajaran-pelajaran agama an sich. Diperlukan perubahan agar dalam pengajaran dan pendidikannya memasukkan pelajaran umum dan keterampilan hidup. Untuk tujuan ini, maka pondok pesantren—terutama pondok pesantren salafiyah—sudah harus mulai membuka diri dan apresiatif terhadap dunia luar agar mampu bersaing dengan lembaga pendidikan umum lainnya. Berangkat dari latar belakang inilah, penting kiranya dilakukan program pembelajaran jarak jauh lewat internet, atau penyelenggaraan program paket B dan C, di mana program ini dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif bagi masyarakat untuk mendapatkan kesempatan belajar pada jalur nonformal dan memperoleh keterampilan serta ijazah. Research ini dilakukan di Kabupaten Jember, Jawa Timur, dengan mengambil responden Pondok Pesantren Nurul Islam, lingkungan masyarakat sekitar pesantren, Departemen Agama dan Diknas Kabupaten.

Sementara Kelurahan Antirogo jumlah penduduk 9.074 jiwa dengan tenaga kerja usia 15-60 tahun 4.430 orang, ibu rumah tanngga 2.615 orang dan masih sekolah 2.971 orang. Mata pencaharian pokok[2] di kelurahan ini adalah buruh/swasta 1. 032 orang, PNS 93 orang, pengrajin 58 orang, pedagang 61 orang, penjahit 11 orang, tukang batu, 82 orang, tukang kayu 32 orang, montir 05 orang, sopir 17 orang, pengemudi becak 279 orang, TNI/Polri 6 orang, pengusaha 2 orang dan pensiunan 37 orang.

Agama yang dianut adalah Islam dengan jumlah penganut 9. 071 orang dan Kristen 3 orang, sementara Katholik, Hindu dan Budha tidak terdata. Etnis terdiri dari Jawa 174 orang dan Madura 8.900 orang. Mengenai organisasi kemasyarakat, organisasi PKK terdiri dari 55 anggota, organisasi penuda 10 anggota, Karang Taruna 100 anggota, organisasi profesi 27 anggota, majelis taklim 995 anggota dan LKMD 20 anggota. Mengenai prasarana komunikasi[3], keluarahan ini tidak memiliki fasilitas telepon umum, wartel ataupun warnet, sementara pelanggan telepon berjumlah 250 orang. Sementara jumlah televisi 1.556 unit dan parabola 5 unit. Mengenai prasarana peribadatan, jumlah masjid terdiri dari 12 buah dan musholla 115 buah. Tidak terdapat gereja, wihara ataupun pura. Mengenai prasarana kesehatan tidak terdapat rumah sakit umum ataupun Pusksmas, hanya terdapat Puskesmas pembantu satu buah dan posyandu 13 buah. Tokok obat hanya ada satu. Kelurahan ini tidak memiliki perguruan tinggia, hanya SLTA/sederajat sejumlah satu buah, SLT/sederajat 2 buah, SD/sederajat 4 buah, TK 1 buah dan lembaga pendidikan agama satu buah.

Adapaun mengenai kesejahteraan, jumlah angkatan kerja usia 15-55 tahun 4.735 orang, jumlah penduduk usia 15-55 tahun yang masih sekolah 2.260 orang, jumlah penduduk usia 15-55 tahun yang menjadi ibu rumah tangga 2.651 orang, jumlah penduduk usia 15-55 tahun yang masih bekerja penuh 656 orang, jumlah penduduk usia 15-55 tahun yang bekerja tidak penuh 2.615 orang. Kelurahan Antirogo juga dikenal dengan sektor industri anyaman bambu dengan nilai total produksi 10.000.000 dan nilai imput (bahan baku dan penolong) 800.000. Pada sektor idustri makanan ringan terdapat nilai total produksi 5.000.000 dan nilai input (bahan baku dan penolong) 400.000.

Mengenai angka kemiskinan dari total 2.668 keluarga, terdapat pra-sejahtera 1.223 keluarga, keluarga sejahtera I 765 keluarga dan keluarga sejahtera II 680 keluarga.[4] Angka penguasaan aset ekonomi oleh masyarakat menunjukkan bahwa 561 tidak memiliki rumah dan 2.780 memiliki. Sejumlah 259 orang memilki usaha ekonomi sementara 2.781 tidak memiliki. Sejumlah 103 memiliki mobil dan 2.545 tidak. Sejumlah 489 memiliki mobil dan 2.059 tidak memiliki.

Mengenai angka pendidikan, belum sekolah 875 orang, usia 7-45 tahun tidak sekolah 787 orang, SD tidak tamat 931 orang, tamat SD 1.551 orang, tamat SLTP 446 orang, tamat SLTA 223 orang, tamat D-116 orang, tamat D-2, tamat D-3 5 orang, tamat S-111 orang, buta huruf 2.876 orang. Secarfa prosentasi terdapat 31,75% penduduk buta huruf dan 14.09% penduduk tamat SMP. Mengenai angka drop out, jumlah penduduk usia 7-25 tahun sejumlah 1.124 orang, usia 7-25 tahun yang masih sekolah 2.971 orang dan usia 7-15 tahun yang sudah bekerja 239 orang.[5]

Jumlah lembaga pendidikan untuk taman kanak-kanak/sederajat satu buah dengan jumlah guru tida dan jumlah murid 65. Untuk SD/sederajat berjumlah 4 dengan jumlah guru 30 dan jumlah murid 1.551. Untuk SMP/sederajat berjumlah 2 dengan mumlah guru 20 dan jumlah murif 340. Untuk SMA/sederajat berjumlah 2 dengan jumlah guru 25 dan jumlah murid 560. Lembaga pendidikan agama berjumlah satu dengan jumlah guru 8 dan jumlah siswa 500. [6]

Di kabupaten Jember, Jawa Timur, memiliki jumlah pesantren yang cukup banyak, kurang lebih 600 sampai 670 pesantren, yang terdiri dari pesantren salafiyah (tradisional) maupun asyriyah, kholafiyah (modern). Dari jumlah pondok pesantren tersebut, pesantren salafiyah menduduki peringkat terbanyak dibandingkan, misalnya dengan pondok pesantren kholafiyah (modern). Dari sekian banyak pondok pesantren salafiyah, hanya ada sembilan pesantren yang sudah mengikuti penyelenggaraan program paket C, di antaranya adalah Pesantren Al Falah Putri (Wuluhan); Pesantren Al Imam (Kalisat), Pesantren Nahdhatul Arifin (Panti), Pesantren Al Mubarokh (Puger) Pesantren Nurul Falah, (Kali Wates), Darussalam (Sukowono), Pesantren Roudhotut Tholabah (Jenggawa) Pesantren Mambaul Ulum (Mumbul Sari), Pesantren Zainul Mu’in (Kalisat).[7] Kerjasama juga bisa dilakukan antara pesantren dengan Dinas Pendidikan.[8]

Menurut Suparno,[9] penyelenggaraan program pendidikan Kejar Paket B dan C selalu mengacu pada acuan yang berlaku dari pusat, baik kurikulum maupun sistem menejemennya. Semua program yang dari pusat berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan kejar paket B dan C dilaksanakan dengan sebaik mungkin, mengingat tidak semua warga belajar tertampung di pendidikan formal. Warga belajar yang tidak tertampung di pendidikan formal tersebut kebanyakan berasal dari warga belajar orang dewasa yang belum mendapatkan ijazah SMP maupun SMA. Di samping orang dewasa, warga belajar juga berasal dari mereka anak-anak usia muda yang karena sesuatu hal, misalnya, cacat fisik atau faktor ekonomi.

Pendidikan yang Dibutuhkan

Pendidikan yang dibutuhkan tergantung dari masing-msing minat dari Pondok Pesantren. Misalnya, bagaimana santri mampu mengakses kitab-kitab klasik, seperti kitab al-Muwatha, karya Imam Maliki, atau al-Risalah, karya Imam al-Syafii atau Kitab Kutub al-Sittah, Hadis-hadis shahih, karya Al-Bukhari dan al-Muslim, lewat internet. Di samping pendidikan agama, kiranya perlu juga diajarkan pendidikan yang terkait dengan masalah keterampilan, misalnya, keterampilan menejemen yang bisa menunjang kebutuhan-kebuthan masyarakat dan bisa menarik ke pasar kerja.[10] Kurikulum Paket B dan C seharusnya dilengkapi dengan muatan keterampilan, sehingga diharapkan pada lulusannya siap bekerja baik untuk memasuki dunia usaha maupun kerja mandiri.[11] Keterampilan yang dimaksud, misalnya adalah keterampilan di bidang menjahit, di bidang batik, pertanian, perikanan, teknologi (otomotif) dan lain-lain.[12] Pesantren juga diberi kebebasan untuk menentukan pilihannya sendiri terkait dengan pendidikan keterampilan, misalnya dengan membuat tempe dari bahan kedelai atau keterampilan yang dapat memberikan manfaat bagi pengembangan sumber daya masyarakat yang dapat menghasilkan nilai produksi.[13]



[1] Lihat Data Profil Kota Jember di Diknas Kabupaten Jember.

[2] Mata pencaharian penduduk kelurahan Antirogo, kebanyakan jadi petani dan buruh, atau tukang becak. Rata-rata pendidikan warga masyarakatnya adalah SD. Sementara pemuda-pemuda desa ada yang bekerja di sawah sebagai petani dan ada sebagaian yang merantau. Anak-anak desa yang tidak mampu melanjutkan sekolah, disediakan tempat penampungan di pesantren atau melanjutkan ke SMP Terbuka, sebuah lembaga pendidikan gratis khusus anak-anak yang tidak mampu. Namun, walaupun sudah disediakan lembaga pendidikan yang gratis, banyak warga masyarakat di Kelurahan Antirogo, yang tidak menginginkan anaknya melanjutkan sekolah dan lebih menginginkan anaknya membantu orang tuanya di sawah atau menjadi buruh tani. Demikian, wawancara dengan Pak Rico, Ketua RW, Dusun Jambuhan, Kelurahan Antirogo, Sumbersari, Jember.

[3] Menurut Kaling (Kepala Lingkungan) Dusun Jambuhan, di Kelurahan Antirogo, belum ada jaringan telpon, wartel dan warnet. Walaupun tidak ada jaringan telpon, wartel maupun warnet, banyak warga dusun Jambuhan yang sudah memiliki HP (Hand Phone) yang jumlahnya diperkirakan mencapai 30-an orang (he he he, lucu ya, kok tahu). Alasan belum masuknya jaringan telpon ke Kelurahan Antirogo, menurut Kaling Jambuhan, karena sudah tidak ada lagi jaringan yang masuk ke desa-desa. Padahal secara geografis, kelurahan Antirogo tidak jauh letaknya dari Kota Jember….(sambil mengekspresikan keheranannya, mengapa tidak ada perhatian sama sekali dari Pemkab atau Pemkot, Jember). Dia menceritakan, PLN pun baru masuk ke Kelurahan Antirogo pada tahun 2003 dari zaman merdeka sampai sekarang. Wawancara dengan Bapak Mahfud, Kaling Jambuhan, sekaligus Ta’mir Masjid ‘Baitul Amin’ Dusun Jambuhan, Kelurahan Antirogo, Kec.

Sumbersari, Kabupaten Jember.

[4] Prosentase penduduk miskin di kelurahan Antirogo, menurut data di pemerintahan desa berkisar antara 40 sampai 60 %. Adapun jumlah keluarga miskin yang menerima Raskin adalah 250 KK tahun 2006. Wawancara dengan Bapak Sunyoto, Sekretaris Kelurahan Antirogo, Sumbersari, Jember.

[5] Mayoritas penduduk Kelurahan Antirogo berpendidikan SD atau tamat Sekolah Dasar. Setelah lulus kebanyakan di antara mereka melanjutkan ke Pesantren, terutama perempuannya. Padahal kalau mereka mau melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, yaitu SMP, pemerintah setempat bekerjasama dengan kelurahan Antirogo mendirikan lembaga pendidikan SMP yang dinamakan SMP Terbuka. Lembaga pendidikan ini dimaksudkan khusus menampung anak-anak usia sekolah yang tidak mempunyai biaya pendidikan. Mereka bisa belajar di SMP ini dengan gratis tanpa dipungut biaya, bahkan buku-buku dan seragam sekolah pun sudah disediakan oleh Pemerintah. Tetapi, anehnya, kebanyakan dari mereka banyak yang tidak mau melanjutkan di SMP ini dan lebih memilih belajar di pesantren. Lembaga pendidikan ini baru dibangun dua tahun yang lalu dengan jumlah murid 50 orang. Dalam kegiatan belajar mengajar, SMP terbuka ini bekerjasama dengan SMP Negeri 09 Antirogo. Bentuk kerjasamanya ialah tenaga pengajarnya disubsidi dari SMP Negeri 09. Untuk mengantisipasi buta huruf di kalangan warga masyarakat, pemerintahan desa belum pernah menyelenggarakan program belajar paket B dan C. Jika ada lembaga atau institusi yang menyelenggarakan program Pendidikan Paket B dan C, mereka sangat antusias, karena dengan adanya program belajar Paket B dan C, akan banyak manfaatnya dan memberikan kesempatan kepada warga masyarakat untuk mengikuti kesetaraan pendidikan dan juga mendapat pengakuan dari Pemerintah karena mendapatkan Ijazah. Wawancara dengan Bapak Sunyoto, Sekretaris Kelurahan Antirogo, Sumbersari, Jember.

[6] Di Kelurahan Antirogo, tepatnya di Dusun Jambuhan ada pesantren yang khusus menampung anak-anak usia sekolah yang tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan formal. Pesantren ini diasuh oleh Ustadz Umam. Menurutnya, di pesantren santri-santri diajarkan kitab-kitab klasik, seperti Sulam al-Safinah, al-Tawhid, Aqidah al-Awwam, Ihya’ Ulum al-Din. Dengan belajar kitab-kitab ini, santri-santriwati diharapkan mampu mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Adapun pola pengajarannya meniru para ulama salaf zaman dahulu, misalnya menghafal imrity, kailani, Nahwu al-Wadhih. Model pengajaran menggunakan sistem wetonan, sorogan, bandongan. Lulusan pondok tidak mendapatkan ijazah sebagaimana halnya dengan pendidikan formal pada umumnya. Karena pesantren ini didirikan untuk menampung anak-anak yang tidak mampu melanjutkan ke jenjang pendidikan formal. Umumnya, anak-anak yang masuk di pesantren ini adalah lulusan madrasah atau anak-anak yang tidak pernah mengenyam bangku pendidikan formal. Ustadz yang mengajar pun tidak mendapatkan gaji atau honor, karena mereka berangkat dengan niat ikhlas untuk mengabdi pada agama dengan niat lillahi ta’ala. Sementara untuk hidup sehari-hari, para ustadz tersebut sudah ditanggung oleh pengasuh pesantren, yang sering mendapat beras dan makanan dari orang tua santri-santriwati. Wawancara dengan Ustadz Umam, tokoh masyarakat sekaligus pengasuh pesantren di Dusun Jambuhan, Kelurahan Antirogo, Sumbersari, Jember.

[7] Wawancara dengan Bapak Fatchur Rozi, Kepala PK Pontren, Departemen Agama, Kabupaten Jember. Dalam wawancara dengan Pak Fatchur Rozi, dia mengatakan bahwa, program penyelenggaraan paket B dan C selama ini banyak diikuti oleh pesantren salaf dan bukan pesantren kholaf, karena pesantren kholaf kebanyakan sudah mempunyai lembaga pendidikan formal mulai dari jenjang Ibtidaiyah, Tsanawiyah maupun Aliyah. Sehingga dengan demikian, mereka tidak perlu lagi mengikuti program paket B dan C. Sedangkan pesantren shalaf, mereka tidak memiliki jenjang pendidikan Ibtidaiyah, Tsanawiyah maupun Aliyah. Mereka hanya mengajarkjan kitab-kitab kuning saja, sehingga untuk mendapatkan ijazah formal, mereka diwajibkan untuk mengikuti program paket B dan C yang diselenggarakan oleh Depag bekerjasama dengan Pondok-pondok Pesantren yang mengajukan permohonan. Menurutnya, Depag Jember, selama ini menyelenggarakan program Paket B dan C baru berjalan dua tahun dan rencananya tahun ini diadakan ujian kelulusan. Demi kelancaran penyelenggaraan Program Paket B dan C, Depag juga memberikan bantuan berupa buku-buku dan modul dari Depag untuk diberikan ke sejumlah pesantren-pesantren yang mengikuti penyelenggaraan program paket B dan C (al-wusthoh dan al-ulyah).

[8] Wawancara dengan Pak Mujib, bagian penyelenggaraan Pendidikan Program Paket B dan C, Depag, Jember. Dari jumlah 9 pesantren tersebut yang aktif berjumlah 6 pesantren. Sementara dua yang lainnya bisa dibilang tidak berjalan dengan baik. Artinya, tidak aktif lagi. Penyelenggaraan Program Paket B dan C ini, dilaksanakan di sejumlah tempat, misalnya, surau, musholla, atau masjid, dan berlangsung 3 kali pertemuan dalam sepekan dengan jumlah peserta antara 35 sampai 50 siswa tiap pesantren. Dalam penyelenggaraan Ujian Akhir Nasional, biasanya dilakukan kerjasama antara Depag dengan Diknas. Kalau peralihan dari Diknas ke Depag belum dilakukan.

[9] Wawancara dengan Bapak Suparno, bagian pendidikan program Paket B dan C, Diknas, Kabupaten Jember.

[10] Wawancara dengan Pak Mujib, bagian penyelenggaraan Pendidikan Program Paket B dan C, Depag, Jember.

[11] Wawancara dengan Bapak Fatchur Rozi, Kepala PK Pontren, Departemen Agama, Kabupaten Jember.

[12] Wawancara dengan Pak Mujib, bagian penyelenggaraan Pendidikan Program Paket B dan C, Depag, Jember.

[13] Wawancara dengan Bapak Suparno, Kasi PLS Diknas, Kabupaten Jember.

8 komentar:

alyf mengatakan...

dengan adanya learning jarak jauh ini kami sangat bangga pada nuris .... karena kita bisa mempelajari bahan2 yang di ajarkan di sekolah tanpa harus susah2 mencari buku yang kita inginkan untuk pelajari, karena bisa kita temukan di learn jarak jauh ini . hal seperti ini bisa menambah wawasan bagi murid2 di sekolah .... terimakasih ....

Qhie mengatakan...

jujur Q bangga pada Nuris ini ...
di Nuris sudah disediakan ruang Multimedia yang dilengkapi Internet...
itu sangat membantu dalam proses pembelajaran ...
Tambah berkembang aja, ya ...

Rina mengatakan...

dari pembelajaran yang ada dinuris. saya dapat mengetahui banyak hal.misal saya dapat menambah wawasan ilmu tekhnologi.pokonya nggak ketinggalan zaman dech.....
saya bersyukur banget adanya pembelajaran ini,,,,mudah2an terus berlanjut hingga generasi berikutnya....
biar generasi2 bangsa nggak ketinggalan zaman...makasih.

MY COMENT mengatakan...

Dengan adanya internet di NURIS saya dapat menggunakan ini untuk keperluan pelajaran apalagi bahan suatu pelajaran kurang memadai.Selain itu saya dapat menambah wawasan dari dunia luar.Pelajaran pengetahuan umum dan pelajaran agama di NURIS ini membuat saya mengetahui dampak yang baik bagi saya.NURIS TETAPLAH BERJAYA
BAGAIMANAPUN KEADAANNYA.HOOOOOOORRRAAASSSS!!!!!!!!

cookies mengatakan...

saya sangat salut dng nuris ini,apalagi dng adanya learning jarak jauh yang membuat siswa/i nya tidak gaptek gituuuuuuuuuuuu..............
saya cuma bisa pesan sm seluruh pengguna internet yang ada disini,tolong jgn gunakan fasilitas ini untuk hal2 negatif,karena jarang2 ada sekolah yang mempunyai fasilitas kayak gini OK.....................
TRIMS BGT YEAH

cookies mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
sr!@ mengatakan...

Saya banga sekolah di nuris ini,karena dinuris agama di utamakan. walaupun dinuris sekolah swasta prestasi dinuris tidak kalah dengan prestasi sekolah lainnya, apalagi guru-guru dinuris juga berkualitas dan sudah banyak pengalaman dalam mengajar.sekarang nuris lebih maju dengan fasilitas-fasilitas yg ada apalagi adanya internet. Dan gedung sekolah nurispun sudah bagus dan bertingkat.

Anonim mengatakan...

wah nggak sengaja browsing akhirnya mendarat disini!

iya seh... NURIS sekarang emang tambah keren, fasilitasnya makin komplit bo..hehehehe..
tapi sayang aku ngga bisa ngerasain, soalnya aku angkatan th 2000 lagian aku dulu sekolahnya di SMK II.

oh.. ya..
salam utk para sesepuh:
- Bodong
- Kusairi
- Lutfi
- Abu Bakar
- dan lainnya juga, salam utk semua.

hah... inget masa lalu neh...

Pengunjung ke

Kontak

Alamat: